Aku ingin merengkuh erat dan mendengar degup jantungmu seirama rentak gendang
Mencium aroma capuccino dari mulutmu dan merebahkan diri di sampingmu
Bergumul mendayu ditemani senandung jangkrik yang berbisik malu dalam rimbun rerumputan
Kulitmu dan kulitku berseteru di kala malam selimuti langit saat itu
Napas yang menderu perlahan menghilang ditelan sang bayu ke dalam rahasia kenikmatan
Aku ingin terus menemanimu
Kini, aku mati dalam ribuan kilometer
Siapa yang menemanimu itu?
Kudengar dia berceloteh tentang pujangga yang kesepian hingga kau menangis di bahunya
Dan di dalam lembaran saku hatimu terpatri kata-kata indah darinya yang menggelitik pori-pori kecilmu
Tak sehastapun kau lupa namanya, lekuk tubuhnya, bahkan tebal kehangatangannya
Hanya karenanya kau lupakan sinar purnama sebagai atap kita bernaung
Kau telanjangi dia, kau cumbui dia di atas rumput hijau alas kita memadu kasih
Kau biarkan hangat mentari membasuh tubuhmu untuk berimajinasi liar
Dan memompa darah yang berjalan perlahan seketika berlari mengejar titik
Aku muak!!!
Teganya kau sentuh dia dengan jemari yang kau gunakan untuk membelai rambutku!!!
Pria ku
andai tak ku ludahi wajahmu
andai tak ku teriakkan sumpah serapah
andai tak ku ikrarkan perpisahan
karena aku ingin melihat betapa gagahnya kau rajai singgasana cintaku
saat aku mendengar siapa yang menemanimu itu
saat aku melihat bahwa dia adalah buku puisi yang ku tulis untukmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.